50Ml Berapa Sendok Makan

50Ml Berapa Sendok Makan

Berapa porsi makan yang cukup untuk sekali makan?

Porsi makan adalah berapa banyak makanan yang Anda makan dalam satu kali makan. Berapa banyak seharusnya porsi makan yang cukup bagi tiap orang pasti berbeda-beda. Ini tergantung kebutuhan kalori Anda per hari dan kebiasaan makan Anda.

Sehingga, untuk mengetahui apakah porsi makan Anda selama ini sudah cukup atau kelebihan/kekurangan mungkin agak sulit. Kebutuhan kalori Anda per hari harus dihitung terlebih dahulu, yang disesuaikan dengan tingkat aktivitas Anda.

Penentuan jumlah kalori dapat anda hitung sendiri dengan menggunakan penghitungan berat badan ideal melalui rumus Broca. Rumus Broca dapat anda hitung dengan cara:

Berat Badan Ideal = (tinggi badan – 100) – 10% (untuk pria < 160 cm dan wanita < 150 cm, tidak dikurangi 10% lagi).

Setelah didapat berat badan ideal, hitung kalori dasar anda per hari, bagi laki-laki 30 kal per kilogram berat badan ideal, sedangkan wanita 25 kal per kilogram berat badan ideal.

Namun, untuk mempermudah Anda mengetahui bagaimana seharusnya porsi makan Anda setiap hari (rata-rata tiap orang), pedoman ini mungkin dapat membantu.

Konsumsi sayur dan buah setidaknya harus lima porsi per hari (dikombinasikan). Satu porsi sayur biasanya disebutkan dalam satuan gelas. Di mana, satu gelas kira-kira adalah sebanyak 100 gram. Sedangkan, satu porsi buah biasanya disebutkan dalam satuan buah atau potong, misal 1 porsi apel adalah sebanyak 1 buah atau 1 porsi melon adalah sebanyak 1 potong.

Ini tergantung dari besar masing-masing buah, jadi porsi masing-masing buah tentu berbeda. Biasanya 1 porsi buah berukuran kecil bisa mencakup beberapa buah, dan 1 porsi buah berukuran besar hanya mencakup ½ buah atau 1 potong.

Konsumsi makanan sumber karbohidrat, seperti nasi, mie, roti, dan kentang, sebanyak 3-4 porsi. Satu porsi nasi adalah sebanyak 100 gram atau 1 centong nasi. Satu porsi mie adalah 200 gram, satu porsi roti adalah 3 iris, dan satu porsi kentang adalah 2 buah sedang.

Konsumsi makanan sumber protein hewani (seperti ayam, daging, telur, dan ikan) dan sumber protein nabati (seperti kacang-kacangan, tahu, dan tempe) sebanyak 2-4 porsi (dikombinasikan). Usahakan untuk setidaknya makan ikan 2-3 porsi per minggu.

Satu porsi ayam adalah 1 potong atau sekitar 40 gram, satu porsi daging sapi adalah 1 potong atau sekitar 15 gram, dan satu porsi ikan adalah sekitar 30-40 gram atau 1 potong. Sedangkan, satu porsi kacang-kacang biasanya adalah sekitar 2,5 sendok makan (25 gr), satu porsi tahu adalah 2 potong (100 gram), dan satu porsi tempe adalah 2 potong (50 gram).

Ular sendok jawa atau kobra jawa (Naja sputatrix) adalah spesies ular sendok yang endemik di pulau Jawa dan Nusa Tenggara. Sebutan ular ini dalam bahasa Inggris adalah Javan spitting cobra. Ular ini adalah salah satu jenis kobra yang mampu menyemprotkan racun bisa ke arah pengganggunya.

Naja sputatrix dideskripsikan pada tahun 1827 oleh ilmuwan Friedrich Boie dari Jerman. Nama genusnya, Naja, berasal dari kata Sanskerta: nāgá (नाग), yang berarti "naga" atau "ular". Sedangkan nama spesifiknya, sputatrix, dari bahasa Latin: sputator, yang artinya "peludah" atau "penyembur".

Panjang tubuh ular-sendok jawa mencapai 1.85 meter, tetapi panjang rata-rata yang sering ditemukan hanya sekitar 1.3 meter. Kepalanya berbentuk agak jorong dan sedikit lebih besar dari lehernya, dengan mata berukuran sedang dan pupil bundar. Sisik-sisik pada dorsal (tubuh atas) tersusun sebanyak 25-19-15 deret.[2]

Pewarnaan pada tubuh ular-sendok jawa bervariasi berdasarkan wilayah sebarannya. Spesimen-spesimen di Jawa berwarna cenderung kehitaman, kecokelatan, atau kekuningan. Tidak seperti ular sendok lain pada umumnya, ular ini tidak memiliki corak atau tanda di lehernya.[3][4] Spesimen-spesimen di pulau Jawa bagian barat berwarna kehitaman atau kelabu, sedangkan spesimen-spesimen di bagian timur dan di Nusa Tenggara cenderung berwarna kecokelatan. Bagian bawah tubuh ular ini berwarna krim atau kekuningan.[5]

Ular-sendok jawa endemik dan hanya terdapat di pulau Jawa dan Nusa Tenggara (Bali, Lombok, Sumbawa, Komodo, Flores, Lomblen, dan Alor). Kopstein (1936) menyatakan bahwa ular-sendok jawa juga terdapat di Sulawesi. Akan tetapi, anggapan ini kemudian disangsikan oleh De Lang & Vogel (2005).[1][6][7]

Ular-sendok jawa terdapat di daerah dataran rendah hingga ketinggian 600 meter dpl.[5] Habitat utamanya adalah hutan hujan, tetapi juga dapat ditemukan di daerah-daerah kering.[2] Makanan utamanya adalah tikus, ular lain, kadal, dan beberapa jenis kodok.[5]

Seperti jenis kobra lainnya, ular-sendok jawa memiliki cara pertahanan diri dengan mengangkat kepala dan mengembangkan lehernya membentuk tudung atau sendok apabila merasa terganggu. Ular ini juga mampu menyemburkan racun bisanya tepat ke arah mata pengganggunya. Jika bisanya mengenai mata dapat menyebabkan kebutaan.[5]

Ular-sendok jawa berkembangbiak dengan bertelur (ovipar). Jumlah telur yang dihasilkan sebanyak 13 sampai 19 butir.[6] Telur-telur tersebut akan menetas setelah diinkubasi selama 88 hari.[7] Anak ular yang baru menetas berukuran panjang antara 24 sampai 28 cm.[5]

Ular-sendok sumatra (Naja sumatrana) adalah spesies ular sendok penyembur (Spitting cobra) yang endemik di Asia Tenggara. Ular ini juga disebut kobra hitam, Kobra sumatra, kobra melayu, atau kobra khatulistiwa. Sebutannya dalam bahasa Inggris di antaranya Equatorial spitting cobra, Malayan spitting cobra, Sumatran spitting cobra, black spitting cobra, atau golden spitting cobra. Ular ini merupakan salah satu jenis ular sendok yang mampu menyemprotkan bisa ke arah pengganggunya.

Panjang tubuh ular-sendok sumatra umumnya berkisar antara 0.9 sampai 1.2 meter, tetapi bisa juga mencapai 1.5[2] atau 1.6 meter.[3] Kepalanya berbentuk elips dan dapat dibedakan dari lehernya. Matanya berukuran sedang dengan pupil bundar.[3] Ular ini tidak memiliki tanda pada lehernya. Pewarnaan tubuhnya memiliki dua varian: warna kekuningan pada spesimen-spesimen di Thailand, dan warna kehitaman pada spesimen-spesimen di kawasan Nusantara (Malaysia, Singapura, Indonesia, dan Filipina).[4]

Sisik-sisik pada dorsalnya (tubuh atas) tersusun sebanyak 15 sampai 19 baris di bagian tengah badan,[3] sisik ventral sebanyak 179 sampai 201 buah, dan sisik subkaudal sebanyak 40 sampai 57 buah.

Ular-sendok sumatra tersebar di Thailand, Malaysia, Indonesia (Sumatra, Bangka-Belitung, dan Kalimantan), dan Filipina (Palawan, Kep. Calamian, dan mungkin juga pulau-pulau di sekitarnya).[1]

Ular-sendok sumatra terdapat di daerah dataran rendah hingga ketinggian 1.500 meter dpl. Habitat utamanya adalah hutan, tetapi juga sering ditemukan di daerah perkebunan dan pemukiman. Ular ini aktif pada siang hari (diurnal) dan berkelana di atas tanah (terestrial).[3] Makanan utamanya adalah tikus dan katak,[4] akan tetapi ular ini juga memangsa ular lain, kadal, dan beberapa hewan kecil lainnya.[3]

Seperti jenis kobra lainnya, ular-sendok sumatra memiliki racun bisa neurotoksin. Kemungkinan juga terdapat kandungan kardiotoksin dan sitotoksin pada bisanya. Ular ini juga mampu menyemburkan bisa ke arah mata pengganggunya. Bisa yang mengenai mata akan menyebabkan kebutaan apabila tidak segera ditangani.

Ular-sendok Mesir (Naja haje) adalah spesies ular sendok yang endemik di Benua Afrika. Sebutannya dalam bahasa Inggris adalah Egyptian cobra atau Egyptian Asp.[2]

Nama ilmiah genusnya, Naja, diambil dari kata Sansekerta, nāgá (नाग) yang berarti "ular-sendok". Sedangkan nama spesifiknya, haje, diambil dari kata Arab, hayya (حية) yang berarti "ular".[3]

Ular-sendok Mesir adalah salah satu jenis ular sendok terbesar di Benua Afrika. Kepalanya dapat dibedakan dari leher. Matanya besar dengan pupil bundar. Panjang tubuhnya (termasuk ekor) berkisar antara 1 sampai 2 meter, dengan panjang tubuh maksimum kurang dari 3 meter. Warna tubuhnya bervariasi, biasanya berwarna kecokelatan, kadang-kadang dihiasi dengan bercak-bercak terang atau gelap, serta terdapat corak di bawah mata. Beberapa spesimen yang ditemukan berwarna merah tembaga atau kelabu kecokelatan. Spesimen-spesimen yang ditemukan di Maroko dan Sahara bagian barat cenderung berwarna kehitaman. Bagian bawah tubuh (ventral) umumnya berwarna putih krim, kuning kecokelatan, kelabu, biru kelabu, cokelat gelap atau kehitaman, dan terkadang disertai dengan bintik-bintik.[4]

susunan sisik (scalation) pada ular-sendok Mesir terdiri dari sisik dorsal (tubuh atas) sebanyak 19-20 di bagian tengah, sisik ventral sebanyak 191-220, perisai (sisik) anal tunggal, sisik subkaudal berpasangan sebanyak 53-65 buah, satu sisik preokular, 3 (atau 2) sisik postokular, dan 2 atau 3 sisik subokular, kemudian sisik labial (bibir) atas sebanyak 7 (sedikitnya 6 atau 8) buah (terpisah dari mata oleh sisik subokular), sisik labial bawah sebanyak 8 buah, serta sisik temporal 1+2 atau 1+3.[4]

Ular-sendok Mesir tersebar luas di Afrika bagian utara, meliputi Algeria, Burkina Faso, Kamerun, Rep. Afrika Tengah, Rep. Demokratik Kongo (Zaire), Chad, Mesir, Eritrea, Ethiopia, Guinea-Bissau, Guinea (Conarky), Kenya, Libya, Mali, Sahara barat, Mauritania, Maroko, niger, Nigeria, Senegal, Somalia, Sudan, Tanzania, Uganda, Zimbabwe, dan juga disebutkan terdapat di Yaman.[1]

Ular-sendok Mesir dapat dijumpai di berbagai habitat seperti stepa, sabana, gurun (semi-desert) dengan sedikit persediaan air dan vegetasi. Ular ini kerap ditemukan di dekat sumber air. Ular ini juga dapat ditemukan di daerah pertanian, serta di pemukiman manusia di mana ular ini sering masuk ke rumah. Ular ini berkeliaran ke perkampungan karena hewan pengerat dan unggas peliharaan. Ada juga catatan yang menyebutkan bahwa ular-sendok Mesir berenang di Laut Mediterania.[4][5]

Ular-sendok Mesir adalah ular terestrial (hidup dan berkelana di atas tanah) dan nokturnal (berkelana pada malam hari). Akan tetapi, ular ini juga terlihat sedang berjemur pada pagi hari. Ular ini menyukai tempat tinggal tetap berupa liang hewan yang terlantar, gundukan rayap, atau bebatuan. Ular ini kadang-kadang juga memasuki pemukiman manusia, terutama ketika berburu unggas peliharaan. Mereka adalah ular yang berani, sering kali berdiri tegak saat terancam. Ia dikenal dengan tampilan tudungnya yang ikonik dan dapat menyerang dengan cepat ketika diprovokasi.[6] Seperti jenis ular-sendok lainnya, ular ini akan mengangkat kepala dan mengembangkan lehernya ketika terancam, walaupun ular ini biasanya lebih memilih melarikan diri. Makanan utama ular ini adalah kodok, tetapi ular ini juga memangsa mamalia kecil, burung, telur, kadal, dan ular lain.[5][7]

Ular-sendok Mesir, spesimen dari

Ular-sendok Mesir adalah salah satu ular berbisa yang sangat mematikan. Racun bisanya terutama bersifat neurotoksin dan sitotoksin.[8] Bisanya berpengaruh terhadap sistem saraf, dan juga mampu mempengaruhi kerja jantung dan paru-paru, serta menyebabkan gangguan pernapasan dan kematian. Gejala yang timbul setelah digigit di antaranya rasa nyeri, sedikit pembengkakan, memar, nekrosis, dan beberapa gejala lainnya seperti sakit kepala. Tidak seperti beberapa spesies ular-sendok (spitting cobra) Afrika lainnya, ular ini tidak mampu menyemprotkan bisa.[9]

Vipera (Echidna) flava Merrem, 1820 Naja nivea Boie, 1827 Naja gutturalis Smith, 1838 Naja intermixta Duméril, Bibron & Duméril, 1854 Naja haje var. capensis Jan, 1863 Naia flava Boulenger, 1887 Naja flava Sternfeld, 1910 Naja nivea FitzSimons & Brain, 1958 Naja nivea Harding & Welch, 1980 Naja nivea Auerbach, 1987 Naja nivea Welch, 1994

Ular-sendok tanjung (Naja nivea) atau ular-sendok Cape, atau dalam bahasa Inggris disebut Cape cobra atau yellow cobra (kobra kuning), adalah spesies ular sendok yang endemik di Benua Afrika bagian selatan. Penduduk Afrika Selatan menyebutnya "geelslang" (ular kuning), "bruinkapel" (ular-sendok cokelat), "koperkapel" (ular-sendok tembaga), karena variasi pewarnaan pada tubuhnya.

Nama ilmiahnya, Naja nivea, pertama kali dideskripsikan oleh ilmuwan Carl Linnaeus pada tahun 1758.[2] Nama ilmiah genusnya, Naja, diambil dari kata Sansekerta, nāgá (नाग) yang berarti "ular-sendok". Sedangkan nama spesifiknya, nivea, diambil dari kata bahasa Latin, nix atau nivis, yang berarti "salju", atau niveus yang artinya "seperti salju".[3]

Ular-sendok tanjung dewasa berukuran panjang sekitar 1.2 sampai 1.4 meter, tetapi mungkin bisa mencapai 1.6 meter. Ular jantan berukuran lebih besar dari ular betina. Spesimen terpanjang yang pernah ditemukan adalah ular jantan dari Aus, Namibia, dengan panjang total mencapai 1.88 meter.[4] Spesimen jantan lainya yang juga berukuran panjang ditemukan berasal dari De Hoop Nature Reserve, provinsi Western Cape, Afrika Selatan, dengan panjang total mencapai 1.86 meter.[5]

Ular-sendok tanjung memiliki pewarnaan tubuh yang bervariasi, dari warna kuning sampai cokelat keemasan dan bahkan kehitaman. Seekor ular-sendok tanjung memiliki bintik-bintik atau bercak-bercak "noda" berwarna hitam atau pucat. Walaupun pewarnaan tubuhnya tergantung pada faktor geografis, tetapi bisa saja terdapat semua variasi warna dalam satu wilayah sebaran. Sebagai contoh, spesimen-spesimen di gurun Kalahari di Botswana dan Namibia berwarna cenderung kekuningan dibandingkan populasi yang ada di sebelah selatannnya.[6] Akan tetapi, di De Hoop Nature Reserve dan beberapa lokasi di Western Cape, Afrika Selatan, dapat ditemukan semua variasi pewarnaan.[5] Spesimen yang masih muda umumnya memiliki leher berwarna gelap hingga bagian perut. Warna tersebut berubah dalam kurun waktu satu atau dua tahun seiring dengan pertumbuhannya.

susunan sisik (scalation) pada ular-sendok tanjung terdiri dari sisik dorsal (tubuh atas) berjumlah 21 di bagian tengah badan, sisik ventral (bagian bawah tubuh) sebanyak 195-227, sisik subkaudal sebanyak 50-68 (berpasangan), sisik anal tunggal, sisik labial (bibir) atas 7 buah (3+4 bersentuhan dengan mata), satu sisik preokular, 3 (atau bisa 4) sisik postokular, sisik labial bawah sebanyak 9 (8-10) buah, dan perisai (sisik) temporal 1+2.[4]

Ular-sendok tanjung tersebar di Namibia, Botswana, Rep. Afrika Selatan, dan Lesotho.[1]

Walaupun sebaran geografisnya lebih sempit dibandingkan jenis kobra yang lain, tetapi ular ini menghuni berbagai macam habitat. Ular ini menyukai daerah bersemak, padang rumput (termasuk sabana), gurun Namib dan gurun Kalahari. Ular ini bahkan juga menghuni liang hewan pengerat, gundukan rayap, daerah gersang, dan sela-sela batu. Ular ini juga dapat ditemukan di dekat sungai atau perairan.

Di Lesotho, ular-sendok tanjung dapat ditemukan di dataran rendah hingga ketinggian 2500 meter dpl. Ular ini dapat dijumpai di hutan atau padang rumput di provinsi Free State, Afrika Selatan, di daerah tebing berbatu di provinsi Cape, dan di gurun atau-semi-gurun di wilayah-wilayah sebarannya. Ular-sendok tanjung juga terdapat di sekitar pemukiman di mana ular ini dapat memasuki rumah untuk berlindung dari panasnya sinar matahari atau berburu mangsa seperti hewan pengerat. Hal ini dapat membuatnya kontak langsung dengan manusia.[4][6]

Ular-sendok tanjung adalah ular diurnal (berkelana pada siang hari) dan terestrial (berkelana di atas tanah), walaupun dapat memanjat pohon atau tanaman. Jika merasa terganggu, ular ini akan mengangkat kepala dan bagian depan tubuhnya, lalu mengembangkan lehernya dan mendesis dengan keras. Saat melakukan pertahanan diri, ular ini akan menyerang tanpa ragu-ragu.[6] Jika gangguannya tidak terlalu berarti, ular ini segera meloloskan diri, tetapi ular ini akan melakukan pertahanan diri khasnya lagi jika mengetahui pergerakan apapun.[4] Ular-sendok tanjung sangat agresif ketika musim perkembangbiakan.[6]

Makanan utama ular-sendok tanjung sangat beragam, terdiri dari ular lain, hewan pengerat, kadal, dan burung. Ular ini juga terkadang memangsa jenisnya sendiri (kanibalistik).[6] Ular ini juga memiliki pemangsa alami, misalnya ratel, meerkat, dan beberapa jenis burung pemangsa seperti burung sekretaris dan jenis-jenis elang pemangsa ular di Afrika, yang mungkin juga memangsa ular ini selain jenis ular lain.[4]

Ular-sendok tanjung berkembangbiak dengan bertelur (ovipar). Musim berkembangbiak biasanya berlangsung antara bulan September dan Oktober. Ular betina bertelur sebanyak 8 sampai 20 butir pada periode Desember-Januari, di dalam lubang atau gundukan yang terlantar, atau lokasi-loaksi tertentu yang basah dan hangat.[6] Ular muda yang baru menetas berukuran panjang antara 34 sampai 40 cm.[4]

close-up kepala bagian atas dan dorsal

Kobra tanjung, spesimen dengan bercak-bercak cokelat gelap dan kekuningan

Spesimen berwarna cokelat polos

Spesimen berwarna cokelat-gelap kemerahan

Spesimen dari Auob Riverbed, Kgalagadi Transfrontier Park, Afrika Selatan

Seekor kobra tanjung dengan pose mengembangkan lehernya.

Mengapung di air sambil melakukan pertahanan diri khasnya

Ular-sendok tanjung adalah salah satu jenis kobra yang paling berbahaya di Afrika, berdasarkan sifat bisanya dan seringnya ular ini ditemukan di sekitar rumah.[7] Racun bisanya memiliki kandungan post-sinaptik neurotoksin dan mungkin juga kardiotoksin,[8] yang berpengaruh terhadap sistem respirasi (pernapasan), sistem saraf, dan jantung. Antibisa untuk mengobati gigitan ular ini adalah antibisa polivalen yang diproduksi oleh South African Institute of Medical Research (SAIMR).[9]

Ular-sendok India (Naja naja) atau dalam bahasa Inggris disebut Indian cobra, spectacled cobra, Asian cobra, atau binocellate cobra, adalah spesies ular sendok yang tersebar di Asia Selatan, dan salah satu dari beberapa jenis ular yang banyak menimbulkan kasus gigitan mematikan di India.[2][3] Ular-sendok India sangat terkenal dalam mitologi dan kultur India, serta menjadi bahan pertunjukan pawang ular.

Nama genus dan sekaligus nama spesifik ular ini, Naja, diambil dari kata bahasa Sansekerta: नाग (nāgá), yang berarti "ular-sendok".[4] Spesies ini dideskripsikan pertama kali oleh ilmuwan Carl Linnaeus pada tahun 1758.[5][6] Sebutan-sebutan lokal untuk ular ini di India di antaranya: Nag (Hindi/Marathi), Moorkhan (Malayalam), Naya (Sinhale), Nagu Paamu (Telugu),[7] dan Nalla pambu (Tamil).[7]

Seekor ular-sendok India berukuran panjang antara 1 sampai 1,5 meter. Beberapa spesimen, misalnya yang ditangkap di Sri Lanka, panjangnya sekitar 2 sampai 2,2 meter.[8] Sisik-sisik dorsal (tubuh bagian atas) terdiri dari 23 baris (21–25) di bagian tengah badan. Sisik-sisik ventral (bagian bawah tubuh) sebanyak 171–197 buah. Sisik-sisik subkaudal sebanyak 48–75 dan terbagi (divided), serta sisik anal tunggal. Sisik labial (bibir) atas sebanyak 7 buah, salah satu sisiknya bersentuhan dengan sisik nasal anterior, dan beberapa sisik bersentuhan dengan mata. Sisik labial bawah sebanyak 9–10 buah, dan terdapat sisik angular cuneate kecil di antara dua sisik dari sisik-sisik labial bawah tersebut. Sisik preokular bersentuhan dengan sisik internasal, dan 3 sisik postokular. Sisik temporal sebanyak 2 + 3.[9]

Pewarnaan tubuh ular-sendok India bervariasi berdasarkan sebarannya. Pewarnaan pada bagian bawah tubuhnya di antaranya kelabu, kuning, cokelat, kemerahan, atau hitam. Tubuh bagian atasnya bisa memiliki motif atau pola warna tertentu. Beberapa spesimen, misalnya dari Sri Lanka, memiliki sedikit belang pada punggungnya. Di Pakistan, ular muda berwarna kelabu dan bisa memiliki tanda pada leher atau tidak, sedangkan ular dewasa berwarna kehitaman pada tubuh atas, serta warna lebih terang pada tubuh bawah (kecuali bagian leher). Sebagian besar spesimen ular-sendok India yang ditemukan memiliki belang lebar berwarna gelap di lehernya. Ular-sendok India adalah salah satu jenis ular-sendok yang memiliki tanda di leher belakangnya. Ketika ular ini mengembangkan lehernya, tanda tersebut berubah menjadi dua motif yang saling terhubung melalui garis kurva, membentuk pola menyerupai kacamata (spectacles).[8]

Ular-sendok India tersebar di Pakistan, India (hampir semua daerah, termasuk Madhya Pradesh, Assam, Tamil Nadu, Punjab, Maharashtra, Kerala, Gujarat), Sri Lanka, Bangladesh, Nepal, Bhutan, dan Afganistan (masih dipertanyakan).[1]

Ular-sendok India menghuni daerah dataran rendah hingga ketinggian 2000 mdpl. Habitat ular ini cukup beragam, meliputi hutan terbuka, dataran luas (plains), lahan pertanian, daerah berbatu, dataran basah (wetland), dan bahkan di sekitar permukiman manusia, misalnya perkampungan. Ular ini tidak dapat ditemukan di gurun atau padang pasir. Ular ini menyukai tempat-tempat tersembunyi seperti celah pohon, bebatuan, dan sarang mamalia kecil.[9][10]

Ular-sendok India berkembang biak dengan bertelur (ovipar). Jumlah telur yang dihasilkan sebanyak 10 sampai 30 butir dan akan menetas setelah diinkubasi selama 48 sampai 69 hari. Anak ular yang baru menetas berukuran panjang antara 20 sampai 30 cm dan kelenjar bisanya sudah dapat berfungsi.

Ular-sendok India mengembangkan lehernya

Pola "kacamata" pada leher belakangnya

Ular-sendok India, spesimen berwarna albino

Ular-sendok India di keranjang pawang ular

Seperti halnya ular sendok lain, ular-sendok India adalah ular berbisa yang mematikan. Racun bisanya memiliki kandungan post-sinaptik neurotoksin[9] dan kardiotoksin.[9][11] Bisa ular ini melumpuhkan saraf, menimbulkan paralisis, dan dapat menyebabkan gangguan pernapasan dan berhentinya kerja jantung. Komponen bisanya juga mengandung enzim seperti Hyaluronidase yang mengakibatkan lisis dan mempercepat penyebaran bisa. Gejala-gejala akibat bisa ular ini mulai terasa dalam waktu 15 menit sampai 2 jam setelah gigitan.[12]

Ular-sendok India adalah salah satu dari "empat besar" jenis ular India, yang banyak menimbulkan kasus kematian manusia akibat gigitan ular di Asia. Antibisa Polivalen tersedia untuk mengobati gigitan dari ular ini.[13] Tanaman Temu putih (Curcuma zedoaria) yang dianggap obat efektif untuk gigitan ular,[14] tampak menjanjikan dalam uji eksperimennya terhadap bisa ular-sendok.[15]

Tidak hanya jenis makanan yang harus Anda perhatikan, jumlah makanan yang Anda makan juga penting diperhatikan. Jenis dan jumlah makanan yang Anda makan memengaruhi berapa banyak kalori yang masuk ke tubuh Anda. Jumlah atau porsi makan yang cukup dapat membantu Anda dalam mempertahankan berat badan. Nah, bagaimana dengan porsi makan Anda selama ini? Apakah sudah cukup atau justru kelebihan/kekurangan?

Bagaimana mengetahui apakah porsi makan Anda sudah cukup?

Ingat, pedoman di atas belum termasuk makanan ringan atau lainnya yang Anda makan. Jadi, agar asupan makanan Anda tidak melebihi kalori yang dibutuhkan tubuh, Anda juga harus mengontrol porsi makanan ringan, selain makanan utama.

Dalam makanan kemasan, biasanya tercantum kandungan gizi dalam setiap sajian makanan tersebut. Jadi, Anda bisa memperkirakan sudah berapa banyak kalori yang Anda makan saat Anda mengonsumsi makanan kemasan tersebut.

Cara lain untuk mengetahui sudah berapa banyak makanan yang masuk ke tubuh Anda adalah dengan mencatat makanan yang Anda makan (seperti membuat diari makanan). Anda bisa mencatat apa yang Anda makan, berapa banyak, dan kapan Anda makan. Ini sangat membantu dalam mengetahui apakah makanan yang Anda makan melebihi kebutuhan kalori Anda atau masih kurang. Catatlah setiap makanan yang Anda makan, baik makanan utama atau hanya camilan.

[embed-health-tool-bmi]